Sekilas.co – Induk Koperasi Unit Desa (Induk KUD) menegaskan urgensi penyediaan kendaraan khusus yang dirancang untuk mendukung kegiatan produksi dan distribusi di wilayah pedesaan. Ketua Umum Induk KUD, Portasius Nggedi, menyatakan bahwa konsep mobil rakyat yang tengah didorong bukanlah kendaraan penumpang untuk kebutuhan keluarga, melainkan kendaraan niaga ringan yang difokuskan untuk menunjang aktivitas ekonomi desa, terutama dalam hal pengangkutan hasil pertanian dan logistik produksi.
Portasius menjelaskan, harga kendaraan konvensional yang saat ini umumnya sudah melampaui angka Rp100 juta menjadi kendala besar bagi masyarakat desa, koperasi, maupun kelompok tani untuk memiliki sarana transportasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Padahal, keberadaan kendaraan angkut yang terjangkau sangat dibutuhkan untuk memperlancar aktivitas produksi dan distribusi hasil bumi.
“Kami menegaskan bahwa mobil rakyat itu bukan mobil penumpang, melainkan mobil niaga atau mobil produksi yang memang dirancang untuk mendukung kegiatan ekonomi desa,” ujar Portasius di Tangerang, Jumat (12/12/2025).
Menurutnya, mobil rakyat diproyeksikan sebagai solusi logistik berbiaya rendah yang mampu membantu petani dan koperasi mempercepat distribusi hasil panen dari desa ke pasar, sekaligus menekan biaya angkut. Dengan tersedianya kendaraan yang tepat guna dan terjangkau, rantai pasok sektor pertanian diharapkan dapat berjalan lebih efisien, sehingga nilai tambah produk desa juga dapat meningkat.
Portasius menilai persoalan transportasi masih menjadi salah satu hambatan utama bagi banyak petani dan koperasi dalam mengembangkan usaha. Keterbatasan sarana angkut kerap membuat distribusi hasil panen tidak optimal dan berdampak pada rendahnya daya saing produk pertanian desa.
Sebagai langkah konkret, Induk KUD telah menandatangani kerja sama dengan PT Pindad untuk pengembangan mobil rakyat. Portasius menyebut Pindad telah mulai mengumumkan rencana produksi sekaligus pengembangan desain kendaraan tersebut. Kolaborasi ini diharapkan dapat memastikan bahwa mobil rakyat benar-benar dibangun sesuai kebutuhan operasional di lapangan, bukan sekadar meniru atau memodifikasi kendaraan niaga yang sudah ada di pasaran.
Lebih lanjut, Portasius menjelaskan bahwa kebutuhan transportasi di desa tidak hanya berkaitan dengan pengangkutan hasil panen. Banyak pelaku usaha kecil di pedesaan yang hingga kini masih mengandalkan gerobak dorong atau kendaraan sederhana untuk berjualan secara keliling. Karena itu, konsep mobil rakyat juga diarahkan agar multifungsi dan mampu mendukung kegiatan usaha mikro.
“Kendaraan ini bisa dilengkapi dengan boks di bagian belakang yang dapat dibuka dan difungsikan sebagai sarana berjualan, semacam mobil toko, seperti konsep kendaraan roda tiga atau rotary yang selama ini banyak digunakan,” ujarnya.
Meski demikian, Portasius mengungkapkan bahwa program mobil rakyat masih menunggu keputusan Presiden sebagai payung kebijakan nasional sebelum memasuki tahap produksi massal. Keputusan tersebut dinilai penting agar pengembangan mobil rakyat memiliki dasar hukum dan dukungan kebijakan yang kuat, sehingga implementasinya dapat berjalan secara berkelanjutan dan tepat sasaran.





