Sekilas.co – Isu emisi karbon kini menjadi perhatian utama dunia. Dampak negatif dari emisi gas rumah kaca terhadap perubahan iklim mendorong berbagai negara dan perusahaan besar untuk berinovasi mencari solusi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Salah satu langkah konkret dalam upaya tersebut datang dari kolaborasi sejumlah perusahaan otomotif terkemuka Jepang, termasuk Toyota, ENEOS, Suzuki, Mazda, Subaru, dan Daihatsu, dengan dukungan teknis dari Denso, Aisin, dan Nippon Steel Engineering. Bersama-sama, mereka membangun sebuah fasilitas riset khusus di Fukushima yang berfokus pada pengembangan energi terbarukan berbasis bahan nabati, yakni bioetanol.
Kolaborasi lintas industri ini bertujuan untuk mengembangkan bahan bakar ramah lingkungan yang dapat langsung diterapkan dalam sistem kendaraan modern. Dengan riset yang mendalam dan terintegrasi, hasilnya diharapkan mampu mendukung transisi menuju kendaraan rendah emisi dan netral karbon di masa depan.
Fasilitas raBit di Fukushima, Pusat Inovasi Energi Bersih Jepang
Fasilitas riset tersebut berlokasi di Okuma, Prefektur Fukushima, wilayah yang dikenal dengan semangat rekonstruksinya pasca-bencana 2011. Sejumlah jurnalis dari Indonesia berkesempatan mengunjungi langsung pusat penelitian ini dan menyaksikan bagaimana Jepang membangun kembali ekonominya melalui inovasi energi bersih.
Fasilitas ini diberi nama raBit, singkatan dari Research Association of Biomass Innovation for Next Generation Automobile Fuels. Nama itu merepresentasikan misi utama proyek, mempercepat inovasi energi dari biomassa untuk mendukung bahan bakar generasi baru pada kendaraan masa depan.
Proyek raBit menjadi bagian dari program strategis pemerintah Jepang untuk menjadikan Fukushima sebagai pusat penelitian energi hijau nasional. Melalui riset lintas sektor, raBit berusaha mengintegrasikan pertanian, energi, dan industri otomotif dalam satu ekosistem yang saling berkelanjutan.
Tiga Fokus Utama Penelitian Bioetanol
Chairperson of Steering Committee raBit, Yasunobu Seki, menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan di fasilitas ini berfokus pada tiga bidang utama.
Pertama, pengembangan sistem produksi etanol generasi kedua, yaitu produksi bioetanol dari sumber non-pangan seperti limbah pertanian dan biomassa, agar tidak menimbulkan kompetisi dengan bahan pangan manusia.
Kedua, pemanfaatan oksigen dan karbon dioksida (CO₂) sebagai produk samping dari proses fermentasi untuk meningkatkan efisiensi energi dan produksi hidrogen. Teknologi ini diharapkan dapat mengurangi emisi karbon secara signifikan dari hulu ke hilir.
Ketiga, penelitian mengenai operasi sistem biofuel secara keseluruhan, termasuk metode penerapan bioetanol sebagai bahan bakar kendaraan, baik untuk mesin pembakaran internal modern maupun untuk campuran bahan bakar rendah karbon di masa mendatang.
Bahan Baku Bioetanol dari Tebu hingga Tanaman Non-Pangan
Dalam sesi wawancara dengan jurnalis Indonesia, Yasunobu Seki menjelaskan secara detail mengenai bahan baku yang digunakan dalam penelitian bioetanol.
“Bioetanol bisa diproduksi dari bahan yang dapat dikonsumsi manusia maupun dari bahan yang tidak. Kami meneliti keduanya untuk mencari keseimbangan antara efisiensi produksi dan keberlanjutan lingkungan,” ujar Seki.
Ia menyebut bahwa tebu merupakan bahan baku yang paling efisien untuk menghasilkan bioetanol karena kadar gula yang tinggi dan proses fermentasinya relatif sederhana. Namun, raBit juga mengembangkan penelitian terhadap berbagai tanaman lain yang memiliki potensi serupa, seperti jagung, singkong, dan rumput gajah (napier grass), serta memanfaatkan limbah pertanian sebagai bahan dasar biofuel.
Kolaborasi Toyota dan perusahaan besar Jepang di Fukushima ini menjadi bukti nyata bahwa inovasi energi hijau tidak hanya sebatas wacana, tetapi telah diimplementasikan secara serius untuk menciptakan masa depan otomotif yang ramah lingkungan.
Melalui proyek raBit, Jepang tidak hanya berupaya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, tetapi juga menunjukkan bagaimana teknologi, riset, dan keberlanjutan ekonomi lokal dapat berjalan seiring menuju era net zero emission.





